A.
Sekilas tentang kehidupan
Ibnu Bajjah merupakan tokoh pemikir muslim terbesar yang pertama di
Spanyol. Nama asli dari beliau ialah Abu Bakr Muhammada bin Yahya, yang diberi
julukan dengan nama Ibnu Saigh atau Ibnu Bajjah. Orang-orang eropa pada abad
pertengahan menamai Ibnu Bajjah dengan nama Avempace, sebagaimana mereka
menyebut nama-nama Ibnu Sina, Ibnu Gaberol, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd dengan
nama Avicenna, Avicebron, Abubacer, dan Averroes.[1]
Beliau lahir di Saragosta pada abad ke-11 yakni tahun 1095 M.[2]
Tak tahu pasti tentang tahun kelahiran beliau begitupun tentang masa kecil dan
masa mudanya, Namun sejauh yang dapat dicatat oleh sejarah bahwa beliau hidup di kota Servill, Granada
dan Fas. Beliau menulis beberapa risalah tentang logika di kota Servill pada
tahun 1118 M dan beliau wafat dalam usia 43 tepatnya pada tahun 533 H/1138 M.[3]
Banyak sekali buku-buku karangan beliau, yang mana dalam buku-buku
beliau mendiskusikan tentang berbagai cabang-cabang study diantaranya yaitu
fisika, astronomi, zoology, botani, logika, psikologi, metafisika, matematika
dan kedokteran.[4]
B.
POKOK-POKOK PEMIKIRAN IBNU
BAJJAH
1.
Tentang hakekat manusia
Dalam pandangan tentang manusia Ibnu Bajjah membedakan antara
manusia dengan hewan. Menurut beliau perbedaan yang mendasar antara manusia
dengan hewan terletak pada akal, karena dengan akal manusia dapat menjadikan
dirinnya sebagai makhluk yang dapat memperoleh pengetahuan dan memiliki sifat
keberadaban. Menurut Ibnu Bajjah bahwa manusia bersifat monodulistis
yang artinya bahwa manusia memiliki raga dan jiwa, beliau menyatakan bahwa
tubuh kasar (raga) tidak dapat hidup tanpa jiwa, akan tetapi jiwa dapat hidup
tanpa raga, karena itu jiwa bersifat abadi. Jiwa manusia disamakan dengan ruh
yang merupakan bagian dari nyawa dan sifatnya universal.[5]
Dan ruh memiliki hasrat yang terdiri dari tiga unsur diantaranya yaitu:
·
Hasrat
imajinatif
·
Hasrat
menengah
·
Hasrat
berbicara
2.
Tentang akhlaq
Beliau membagi perbuatan-perbuatan manusia menjadi 2 bagian
diantaranya yaitu:
Pertama, perbuatan
hewani yang timbul dari motif dan naluri. Seperti contoh: ada seseorang yang
tersandung batu sehingga membuat ia luka kemudian ia membuang batu tersebut.
(membuang batu tersebut dengan alasan telah melukainya maka hal ini merupakan
perbuatan hewani atas dorangan hewaninya untuk memusnahkan hal-hal yang
mengganggunya).
Kedua, perbuatan
kemanusiaan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauaan yang bersih dan
tinggi. Contoh: ada seseorang yang tersandung batu sehingga membuat ia luka
kemudian ia membuangnya namun dengan
dengan alasan agar tidak melukai orang lain dan bukan karena kepentingan
pribadinya maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan kemanusiaan. Hal
tersebut bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut beliau “ hanya
orang yang bekerja atau berperilaku dibawah pengaruh pikiran dan keadilan
semata-mata dan tidak ada hubungannya dengan segi hewani maka perbuatan
tersebut bisa dihargai dan bisa disebut dengan orang-langit.
Setiap orang yang hendak menundukkan segi-hewani pada dirinya, maka
ia tidak lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiannya. Dalam
keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada ketinggian
segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekurangannya,
karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukannya kepada naluri.[6]
Dengan hal ini, Ibnu bajjah membedakan hal tersebut pada motif
perbuatannya bukan pada perbuatannya. [7]
3.
Tentang kebenaran
Dalam hal kebenaran Ibnu Bajjah menggeser orientasi filsafat
sebelum masa beliau, yang mana filsafat cenderung berfikir tentang filsafat
mistik. Dengan hal tersebut maka Ibnu Bajjah menggerser orientasi filsafat
sebelum beliau dengan mengatakan bahwa manusia dapat memperoleh suatu kebenaran
dengan kebenaran itu sendiri dan dapat mencapai tingkat kebenaran melalui
filsafat murni, yaitu dengan cara beruzlah (mengasingkan diri) agar
supaya manusia dapat membersihkan dirinya dari pengaruh luar, sebab untuk
memperoleh suatu kebenaran manusia harus meleburkan dirinya dengan akal fa’al.
Maka dengan membersihkan dirinya dari pengaruh-pengaruh masyarakat yang kotor
ia akan mencapai tingkat tersebut, dan menurut beliau tingkatan tersebut
dinamakan dengan Mutawahid (Uzlah), yang mana tujuan dari Mutawahid ialah untuk
merenung tentang ilmu-ilmu teoritis sehingga mereka dapat berhubungan dengan
akal fa’al.
Dalam proses pengasingan diri (Uzlah) tidak semata-mata untuk
menjahui masyarakat sama sekali. Akan tetapi sebenarnya Uzlah yang telah
dikemukakan oleh ibnu Bajjah bukanlah menjahui manusia, melainkan tetap juga
berhubungan dengan masyarakat. hanya saja ia harus selalu bisa menguasai
dirinya serta hawa nafsunya dan tidak terbawa oleh arus keburukan-keburukan
kehidupan masyarakat. atau dengan kata lain, ia harus berpusat pada dirinya
sendiri dan selalu merasa bahwa dirinya menjadi anutan dan pembuat
aturan-aturan bagi masyarakat, bukan malah tenggelam di dalamnya.
4.
Tentang Metode
Menurut Ibnu Bajjah bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh ketika
manusia itu menggunakan metode eksperimen, dan eksperimen tersebut
dilakukan dengan pengamatan indra. Namun menurut Ibnu Bajjah juga mengatakan
bahwa eksperimen atau percobaan itu tidak cukup dilakukan dengan pengamatan
indrawi semata namun harus ditingkatkan lebih lanjut ke tingkat pengamatan
berdasarkan rasio (akal). Karena pengamatan dengan menggunakan indrawi saja itu
cukup untuk mendapatkan kebenaran. Menurut beliau manusia dapat mengetahui
tuhan dengan pemikiran filsafat yaitu dengan cara beruzlah (pengasingan
diri), karena dengan berfilsafat manusia dapat memahami (Ma’rifat) tentang
akal tertinggi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pemikiran dari Ibnu
Bajjah merupakan pemikiran yang memadukan antara intuisi (perasaan) dengan
akal. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan secara indrawi beliau
menggunakan metode rasional dan empiris, sedangkan dalam hal kebenaran tuhan beliau
menggunakan metode filsafat murni.[8]
C.
Karya-karya Ibnu Bajjah
1.
Kitab
al-Nabat, al-Andalus Jilid V ditulis pada tahun 1940
2.
Risalah
Ittisal al-Aql bi al-Ihsan. Ditulis pada tahun 1942, yang berisi tentang
pertemuan manusia dan akal faal.
3.
Risalah
al-Wada’ Al-Andalus Jilid II ditulis pada tahun 1943. Kitab ini berisi tentang penggerak
pertama bagi manusia dan tujuan sebenarnya bagi wujud manusia dan alam.
4.
Tadbir
Al Mutawahid yang ditulis pada tahun 1946. Karangan ini adalah karangan yang
paling penting, yang mana karangan ini menjelaskan tentang usaha-usaha orang
yang menjahui segala macam keburukan masyarakat yang disebut dengan istilah Mutawahhid
(penyendiri).[9]
5.
Kitab
An-Nafs ditulis di Damaskus pada tahun 1958
6.
Risalah
al-Ghayah al-Insaniyah Jilid II ditulis di Pakistan pada tahun 1957
7.
The
Khediviuah MS. Ahloq No. 290 yang diterbitkan oleh Dr.Omar Farrukh yaitu dalam
bukunya Ibnu Bajjah yang berjudul Wal-Filsafat al-Maghribiyyah. Yang mana buku
tersebut merupakan ringkasan dari buku beliau yang berjudul Tadbir Al
Mutawahid (Panduan Monoteis) dan buku ini merupakan buku terpenting dan
catatan terbaik beliau, buku tersebut juga digunakan oleh Ibn Rusyd dan seorang
penulis yahudi pada abad 14 Masehi yang bernama Moses dari Narbonne, dan dia
merupakan sang komentator Hay bin Yaqzan.[10]
8.
Tardiyyah
yaitu Syair-syair pujian karya beliau yang dinyatakan oleh Brockelman.
9.
The
Escurial MS. No.612 yang berisi tentang risalah-risalah yang ditulis oleh Ibnu
Bajjah sebagai penjelas risalah-risalah dari Al-Farabi mengenai masalah logika.
Dan buku ini ditulis pada tahun 667 H/ 1307 M di Seville.
D.
KESIMPULAN
Ibnu Bajjah merupakan seorang tokoh filsafat islam barat, dan
beliau merupakan tokoh pemikir muslim terbesar yang pertama di Spanyol. Nama
asli dari beliau ialah Abu Bakr Muhammada bin Yahya, yang diberi julukan dengan
nama Ibnu Saigh atau Ibnu Bajjah. Beliau lahir di Saragosta pada abad ke-11
yakni tahun 1095 M. Tak tahu pasti tentang tahun kelahiran beliau begitupun
tentang masa kecil dan masa mudanya, Namun sejauh yang dapat dicatat oleh
sejarah bahwa beliau hidup di kota
Servill, Granada dan Fas. Beliau menulis beberapa risalah tentang logika di
kota Servill pada tahun 1118 M dan beliau wafat dalam usia 43 tepatnya pada
tahun 533 H/1138 M.
Dan pokok-pokok pemikiran beliau meliputi tiga aspek diantaranya
yaitu, Tentang hakekat manusia dan akhlaq. Tentang kebenaran, Tentang metode
untuk memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Dan sebagai seorang pemikir belia
tergolong sebagai seorang yang produktif dalam membuat karya tulis berupa
kitab-kitab yang hingga kini telah disadur dan tersebar ke barbagai tempat.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi , Ahmad,
Pengantar Filsafat Islam,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1969
Mahdi Khan,
Ali, Dasar-Dasar Filsafat Islam, Pengantar ke Gerbang Pemikiran,
Bandung: Penerbit Nuansa, 2004.
Muhammad Amien,
Miska, Epistimologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
Yogyakarta: Penerbit UI Press, 1983.
Supena, Ilyas, Pengantar
Filsafat Islam, Semarang: Walisongo Press, 2010
[1] Ahmad Hanafi,
MA, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1969. Hal.170
[2] Miska Muhammad
Amien, Epistimologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
Yogyakarta: Penerbit UI Press, 1983. Hal.47
[3] Ahmad Hanafi,
MA, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996. Hal.157
[4] Ali Mahdi
Khan, Dasar-Dasar Filsafat Islam, Pengantar ke Gerbang Pemikiran,
Bandung: Penerbit Nuansa, 2004.
[5] Op.cit Miska
Muhammad Amien, hal.48
[6] Op.cit Ahmad
Hanafi, 1996. Hal.159
[7] Supena, Ilyas,
Pengantar Filsafat Islam, Semarang: Walisongo Press, 2010. Hal.
[8] Ibid. Dr.
Ilyas Supena, hal.128-130
[9] Op.cit Ahmad
Hanafi. Hal.157
[10] Opcit. Ali
Mahdi.
Avicebron bukan seorang muslim, tapi filsuf yahudi.
ReplyDelete