Al-Qur'an
sebagai sebuah kitab suci, ternyata tidak hanya mengandung ayat-ayat yang
berdimensi aqidah, syari'ah dan akhlaq semata, akan tetapi juga memberikan
perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Jika
kita membaca Al-Qur'an secara seksama, akan kita temukan sangat banyak
ayat-ayat yang mengajak kepada manusia untuk bersikap ilmiah, berdiri di atas
prinsip pembebasan akal dari takhayul dan kebebasan akal untuk berpikir.
Al-Qur'an selalu mengajak manusia untuk melihat, membaca, memperhatikan,
memikirkan, mengkaji serta memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi
terhadap fenomena-fenomena alam semesta yang perlu mendapatkan perhatian khusus
karena darinya bisa dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan umat manusia
dan dengan itu pula akan didapatkan pemahaman yang utuh dan lengkap.
Dari
situ perlu kita pelajari bersama mengenai tafsir ilmi baik dari segi metode,
corak, dll guna mendapatkan dan menambah cakrawala kita sebagai umat yang
mempercayai kemukjizatan Al-Qur’an. Meskipun ada banyak mufassir yang
menggunakan metode tafsir ilmi seperti Muhammad bin Ahmad al-Iskandarani (w. 1306 H), dalam Kasyf al-Asrar an-Nuraniyah
al-Qur’aniyah-nya, Al-Kawakibi (w. 1320 H), dalam Thaba’i al-Istibdad wa Mashari
al-Isti’bad-nya dan Muhammad Abduh (w.1325 H) dalam Tafsir Juz’Amma-nya,di
sini kita akan mengambil satu di antara beberapa penafsiran Al-Qur’an bil ilmi
yaitu tafsir yang dikarang oleh salah satu muffasir terkemuka asal kairo yang
berjudul Al-jawahir Fi tafsir Al-Qur’an Al-Karim
A. Biografi Thanthawi Jauhari
Pada tahun 1870 M di wilayah
al-Ghar, Thanthawi Jauhari dilahirkan. Ia berasal dari keluarga petani yang
sederhana. Namun orang tuanya menginginkannya tumbuh sebagai orang berpredikat
terpelajar. Karena itu, setelah menamatkan serangkaian pendidikan formal di
kota kelahirannya, ia dikirim ke universitas al-Azhar kairo untuk mendalami
ilmu-ilmu agama.
Sebagai akademisi, Thanthawi
aktif mencermati perkembangan ilmu pengetahuan. Caranya beragam, mulai dari
membaca berbagai buku, menelaah artikel di media massa, hingga menghadiri
berbagai seminar keilmuan. Dari beberapa ilmu yang dipelajarinya, ia
tergila-gila pada ilmu tafsir.
Di samping itu, Thanthawi juga
fasih berbicara tentang fisika. Menurutnya, ilmu itu harus dikuasai oleh umat
Islam. Hanya dengan cara itu maka anggapan bahwa Islam adalah agama yang
menentang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat ditepis.
B. Metode dan Pengertian Tafsir ‘Ilmy
التفسير الذى يحكم الاصطلاحات
العلمية فى عبارات القران, ويجتهد فى استخراج مختلف العلوم والاراء الفلسفية منها
Tafsir ilmy ialah penafsiran
al-Qur’an yang menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam
rangka mengungkapkan al-Qur’an. tafsir ini berusaha keras untuk melahirkan
berbagai cabang ilmu yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat.
Menurut pendukung tafsir ilmy, model penafsiran semacam ini membuka kesempatan yang sangat luas bagi mufassir untuk mengembangkan berbagai potensi keilmuan yang telah dan akan dibentuk dalam dan dari al-Qur’an. al-Qur’an tidak hanya sebagai sumber ilmu agama yang bersifat i’tiqadiyah (keyakinan) dan amaliyah (perbuatan). Ia juga tidak hanya disebut al-‘ulum al-diniyah wal I’tiqadiyah wal amaliyah, tetapi juga meliputi semua ilmu keduniaan (al- ulum al-dunya) yang beraneka ragam jenis dan bilangannya.
Menurut pendukung tafsir ilmy, model penafsiran semacam ini membuka kesempatan yang sangat luas bagi mufassir untuk mengembangkan berbagai potensi keilmuan yang telah dan akan dibentuk dalam dan dari al-Qur’an. al-Qur’an tidak hanya sebagai sumber ilmu agama yang bersifat i’tiqadiyah (keyakinan) dan amaliyah (perbuatan). Ia juga tidak hanya disebut al-‘ulum al-diniyah wal I’tiqadiyah wal amaliyah, tetapi juga meliputi semua ilmu keduniaan (al- ulum al-dunya) yang beraneka ragam jenis dan bilangannya.
Dari beberapa definisi tafsir
'ilmy pada intinya adalah merupakan sebuah upaya untuk
mengeksplorasi ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an khususnya ayat-ayat
kawniyyah dengan berbagai cara dan metode sehingga dengan penafsiran ini akan
dihasilkan teori-teori baru ilmu pengetahuan ataupun sesuatu yang berkesesuaian
dengan ilmu pengetahuan modern yang ada pada saat ini.
C. Latar Belakang Thanthawi Jauhari dalam menulis Tafsir Al-Jawahir
Dalam muqaddimah kitab tafsirnya,
dijelaskan bahwa sejak dulu dia sering menyaksikan kejaiban alam, mengagumi dan
merindukan keindahannya baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi,
revolusi matahari, perjalanan bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak,
kilat yang menyambar dan listrik yang membakar serta keajaiban-keajaiban
lainnya.
Selanjutnya ia menyatakan
:"Ketika aku berpikir tentang keadaan umat islam dan pendidikan-pendidikan
agama, maka aku menuliskan surat kepada para pemikir (al-'Uqala') dan sebagian
ulama-ulama besar (Ajillah al-Ulama') tantang makna-makna alam yang sering
ditinggalkan dan tentang jalan keluarnya yang masih sering dilakukan dan
dilupakan. Sedangkan sedikit sekali dari mereka yang mau berpikir tentang
kejadian alam dan keanehan-keanehan yang melingkupinya".
Itulah yang mendorong Thanthawi
menyusun pembahasan-pembahasan yang dapat mengkompromikan pemikiran Islam
dengan kemajuan Studi Ilmu Alam.
D. Bentuk, Metode dan Corak Penafsiran Al-Jawahir
1. Bentuk
Tafsir ini menggunakan bentuk bi
al-ra'yi. Karena dalam menafsirkan suatu ayat, Thanthawi murni menggunakan
pemikirannya sesuai dengan kemampuan dia selain ahli sebagai seorang mufassir,
juga ahli dalam bidang fisika dan biologi.
Tembaga dalam al-Qur'an |
2. Metode
Jika diamati secara cermat metode
yang digunakan oleh Thanthawi dalam tafsir ini adalah metode tahlili
(analitis). Metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur'an dari
seluruh aspeknya. Dengan metode ini, mufasir menjelaskan al-Qur'an secara luas
dan rinci. Segala hal yang bertautan dengan al-Qur'an bisa dimasukkan dalam
tafsir. Kata kunci penggunaan metode ini tidak terletak pada banyak tidaknya
materi penafsiran, akan tetapi pada penafsiran yang runtut dan rinci. Ruang
lingkup yang luas memungkinkan tafsir dengan metode ini memuat berbagai ide.
Adapun ciri penelitian atau hal
yang bersifat ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Sistematik: Berarti suatu
penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan
kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2. Logis: Suatu penelitian
dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik.
Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya
akal, yaitu logika.
3. Empirik: artinya suatu
penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang ditemukan atau
melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
4. Obyektif: artinya suatu
penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak mencampurkannya dengan
nilai-nilai etis.
5. Universal: Artinya sesuatu
yang bersifat ilmiah harus bersifat universal atau dapat diterima secara
global.
Demikian halnya dengan metode
yang dipakai dalam tafsir ini. Thanthawi dengan analisisnya sebagai seorang
mufasir sekaligus seorang yang menguasai ilmu-ilmu alam memberikan penafsiran
secara runtut dan terperinci dengan ruang lingkup yang amat luas dan sesuai
ilmu pengetahuan.
3. Corak
Corak yang digunakan dalam tafsir
ini adalah corak tafsir bil 'ilmi. Meskipun para ulama berbeda pendapat tentang
tafsir bil 'ilmi, ada yang menolaknya dengan alasan bahwa teori-teori ilmiah
jelas bersifat nisbi (relatif) dan tidak pernah final. Tetap ada yang
mendukungnya dengan alasan bahwa al-Qur'an justru menggalakkan penafsiran
ilmiah. Tetapi jika kita lihat dalam contoh, jika kita bandingkan dengan
tafsir lainnya, ketika beberapa tafsir sama-sama berbicara tentang 'alaq (علق) terlihat dengan jelas bahwa tafsir
Jawahir ini memang menggunakan corak tafsir bil 'ilmi.
Sebagai contoh Dalam surah
Al-Alaq ayat 2:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ
مِنْ عَلَقٍ (2)
ketika berbicara tentang 'alaq (علق). Kedua tafsir (al-Maraghi dan
al-Wadhih) seperti tafsir-tafsir lainnya mengartikan makna 'alaq (علق) sebagai darah yang membeku atau
sepotong darah yang beku (دم جامد/قطعة دم جامدة)
yang tidak mempunyai panca indra, tidak bergerak dan tidak mempunyai rambut.
Berbeda halnya ketika Thanthawi
menafsirkan tentang 'alaq (علق), dia memulai
dengan perbandingan antara telur yang ada pada binatang aves (sejenis burung)
dengan sel telur yang ada pada manusia. Menurutnya apa yang terjadi pada
binatang tersebut sama dengan apa yang ada pada manusia. Telur pada hewan jenis
burung mempunyai apa yang dinamakan putih dan kuning telur. Dan apa yang
dinamakan jurtsumah (جرثومة), di mana
jurtsumah ini yang menjadi dasar pembentukan manusia.
Dari contoh tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketika Thanthawi menafsirkan kata tersebut dia menggunakan
ilmu biologi, berbeda jauh dengan yang dipakai oleh Maraghi maupun Hijazi. Hal
ini membuktikan bahwa memang corak yang dipakai oleh Thanthawi adalah corak bil
'ilmi, menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan ilmiah, atau
menggali kandungannya berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan yang ada. Namun
yang perlu diingat adalah tidak semua ayat al-Qur'an bias ditafsirkan secara
ilmiah, karena al-Qur;an adalah wahyu dan kebenarannya bersifat mutlak.
Sedangkan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah kebenarannya bersifat relative
dan terus berkembang. Al-Qur'an bukanlah kitab ilmu pengetahuan melainkan kitab
hudan bagi manusia. Tetapi petunjuk al-Qur'an ada yang berbentuk lafdzi,
isyarat, qiasi dan yang tersurat berkenaan dengan ilmu pengetahuan guna
mendukung fungsinya sebagai hudan.
Lebah dalam al-Qur'an |
Objek Kajian Tafsir Ilmi:
Al-qur’an memang adalah kitab
keagamaan yang fungsi utamnya adalah menuntun manusia agar bahagia di dunia dan
di akhirat. Fungsi utamnya adalah dalam bidang keagamaan, sehingga sudah dapat
dipastikan dia akan dapat menjawab segala permasalahan-permasalahan seputar
teologi dan syari’at akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinana bahwa al-Qu’an
juga menyinggung hal-hal di luar keagamaan dan cara beragama, namun juga pada
ranah Science atau ilmu pengetahuan (alam) sehingga dalam konteks ini objek
kajian tafsir Ilmi adalah ayat-ayat kauniyah atau ayat-ayat yang menbicarakan
seputar alam.
Contoh ayat-ayat kauniyah adalah:
1. Ayat
yang membicarakan tentang terciptanya alam semesta
2. Ayat-ayat
yang membicarakan asal kejadian manusia
3. Ayat-ayat
yang menbicarakan tenyang segala fenomena alam seperti laut, gunung, langit, gempa
bumi, banjir dan lain sebaganya,
4. Ayat-ayat
yang membicarakan tentang tumbuhan
5. Ayat-ayat
yang membicarakan tentang binatang
6. dll
DAFTAR PUSTAKA
·
Muhammad Husein Adz Dzahabi, at Tafsir wa al Mufassirun, (Maktabah
Mus’ab bin Umair al Islamiyah).t.th.
·
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2005.
·
Hijazi, Muhammad Mahmud, Tafsir al-Wadhih, jilid 3,
Beirut, Dar al-Jil, 1993.
·
Jauhari, Thanthawi, al-Jawahir fi Tafsir al-Qur'an al-Karim
Assalamu'alaikum, saya ingin berkonsultasi dengan antum yg punya blog ini. Karena saya sangat tertarik dengan kajian antum
ReplyDeleteKalo boleh saya minta nmr kontak antum...
Syukron...
Waalaikumsalam, terimakasih atas comentarnya,
DeleteBerikut nomor WA saya 089632423085
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
ReplyDelete